BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatal lil'ālamin (agama yang mengayomi seluruh alam). Islam mengakui perbedaan sebagai kenyataan tak terbantahkan. Dengan pengakuan ini, Islam menghormati keragaman dan menganjurkan agar keragaman menjadi instrumen kerja sama di antara manusia. Perbedaan adalah sunnatullah, karena dengannya manusia bisa saling melengkapi (take and give).
Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.
Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. berangkat dari itu makalah ini akan mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hak asasi manusia menurut islam ?
2. Bagaimanakah pengaruh HAM menurut konsepsi barat dan islam ?
3. Bagaimanakah hubungan antara HAM dan umat islam di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang diajukan oleh penulis dalam bagian sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa tujuan penulisan dari makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hak asasi manusia menurut islam
2. Untuk mengetahui pengaruh HAM menurut konsepsi barat dan islam
3. Untuk mengetahui hubungan antara HAM dan umat islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN ISI
A. Sejarah Hak Asasi Manusia
Dalam UU. No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dilihat dari segi sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawabannya di muka hukum. Dari sinilah doktrin raja tidak kebal hukum lagi, dan mulai bertanggung jawab kepada hukum. Sejak saat itu mulai dipraktikkan ketentuan bahwa jika raja melanggar hukum harus dipertanggungjawabkan kebijakannya kepada parlemen. Dengan demikian saat itu mulai dinyatakan bahwa raja terikat pada hukum dan bertanggung jawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat undang-undang pada saat itu lebih banyak berada ditangannya. Dengan demikian keuasaan raja mulai dibatasi dan kondisi ini merupakan embrio bagi lahirnya monarki konstusional yang berintikan kekuasaan raja hanya sebagai symbol belaka.
Lahirnya Magna Charta diikuti dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada saat itu mulai ada adagium yang berintikan bahwa manusia sama di muka hukum. Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya demokrasi dan negara hukum. Pada prinsipnya Bill of Rights ini melahirkan persamaan. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Selanjutnya pada tahun 1789 lahir pula The French Declaration, di mana hak-hak lebih rinci lahir yang kemudian melahirkan The Rule of Law.
Dalam deklarasi ini dipertegas adanya freedom of expression, freedom of religion, the right of property dan hak-hak dasar lainnya. Semua hak-hak yang ada dalam berbagai instrumen HAM tersebut kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang disahkan oleh PBB pada tahun 1948.
Berdasarkan paparan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa HAM lahir atas dasar pemikiran orang-orang barat. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah agama Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya dan telah menjadi faktor penting bagi kebangkitan bangsa-bangsa Eropa (Luhulima, 1999). Tetapi fakta historis seperti ini jadinya diabaikan mereka, sesudah orang-orang Islam ditaklukkan dalam perang Salib terakhir (abad 14-15) di Eropa, hingga pasca perang dunia kedua (1945).
Menurut Ismail Muhammad Djamil (1950), fakta telah membuktikan, bahwa risalah Islam (sejak permulaannya kota suci Mekah sudah memasukkan hak-hak asasi manusia dalam ajaran-ajaran dasarnya bersamaan dengan penekanan masalah kewajiban manusia terhadap sesamanya.
Oleh karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surat dalam Kitab Suci Al Qur`an yang diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicata tentang pengutukan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk menghargai hak-hak tersebut.
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah S.W.T :
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh" (Q.S. At-Takwir : 8-9)
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin" (Q.S. Al-Ma`un:1-3)
"Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan" (Q.S. Al-Balad : 12-13)
Nabi Muhammad S.A.W. yang kehidupannya merupakan praktik nyata dari kandungan Al-Qur`an, sejak awal kenabiannya telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak asasi manusia ini. Setelah beliau hijrah ke kota Madinah dan mendirikan secara penuh suatu negara Islam sesuai dengan petunjuk Illahi, maka beliau segera menerapkan program jangka panjang untuk menghapus segala bentuk tekanan yang ada terhadap hak-hak asasi manusia.
Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rosulullah S.A.W. dan diteruskan oleh Khulafa ar-Rosyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya. Jadi, setiap prinsip dasar pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek terhadap hak-hak asasi manusia itu.
B. Piagam Madinah
Piagam Madinah adalah piagam pertama yang ditulis secara resmi dalam sejarah dunia. Piagam Madinah telah digubal oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M bersamaan tahun pertama Hijrah , merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia.
Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban.
Kandungan piagam ini terdiri daripada 47 pasal sebagai pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama di Madinah.
• 23 pasal piagam tersebut membicarakan tentang hubungan antara umat Islam sesama umat Islam iaitu antara Ansar dan Muhajirin.
• 24 pasal yang berbaki membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam iaitu Yahudi.
Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern untuk ukuran zaman itu.[8]
Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah.
Tujuan Piagam Madinah
• Menghadapi masyarakat majmuk Madinah Menghadapi masyarakat majemuk Madinah
• Membentuk peraturan yang dipatuhi bersama semua penduduk. Membentuk peraturan yang dipatuhi bersama semua penduduk.
• Ingin menyatukan masyarakat pelbagai kaum Ingin menyatukan masyarakat berbagai kaum
• Mewujudkan perdamaian dan melenyapkan permusuhan Mewujudkan sperdamaian dan melenyapkan permusuhan
• Mewujudkan keamanan di Madinah Mewujudkan keamanan di Madinah
• Menentukan hak-hak dan kewajipan Nabi Muhammad dan penduduk setempat. Menentukan hak-hak dan kewajiban Nabi Muhammad dan penduduk setempat.
• Memberikan garis panduan pemulihan kehidupan kaum Muhajirin Memberikan pedoman pemulihan kehidupan kaum Muhajirin
• Membentuk Kesatuan Politik dalam mempertahankan Madinah Membentuk Uni Politik dalam mempertahankan Madinah
• Merangka persefahaman dengan penduduk bukan Islam, terutama Yahudi. Mendirikan kesepahaman dengan penduduk bukan Islam, terutama Yahudi.
• Memberi peruntukan pampasan kepada kaum Muhajirin yang kehilangan harta benda dan keluarga di Mekah . Memberi ketentuan kompensasi kepada kaum Muhajirin yang kehilangan harta benda dan keluarga di Mekah .
Prinsip Piagam Madinah
• Al-Quran dan Sunnah adalah sumber hukum negara. Alquran dan Sunnah adalah sumber hukum negara.
• Kesatuan Ummah dan Kedaulatan Negara Uni Ummah dan Kedaulatan Negara
• Kebebasan bergerak dan tinggal di Madinah Kebebasan bergerak dan tinggal di Madinah
• Hak dan tanggungjawab dari segi ketahanan dan mempertahankan negara Hak dan tanggungjawab dari segi ketahanan dan mempertahankan negara
• Dasar hubungan baik dan saling bantu-membantu antara semua warganegara Kebijakan hubungan baik dan saling bantu-membantu antara semua warga negara
• Tanggungjawab individu dan negara pemerintah dalam menegakkan keadilan sosial. Tanggungjawab individu dan negara pemerintah dalam menegakkan keadilan sosial.
• Beberapa undang-undang keselamatan seperti hukuman Qisas dan sebagainya telah dicatatkan Beberapa hukum keamanan seperti hukuman Qisas dan sebagainya telah dicatat
• Kebebasan beragama Kebebasan beragama
• Tanggungjawab negara terhadap orang bukan Islam Tanggungjawab negara terhadap orang bukan Islam
• Kewajipan semua pihak terhadap perdamaian. Kewajiban semua pihak terhadap perdamaian.
Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern untuk ukuran zaman itu.[8]
Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah.
C. Perbedaan HAM menurut Konsepsi Barat dan Islam
1) HAM Menurut Konsep Barat
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Hak azasi menurut pandangan barat bersifat anthroposentris, artinya bahwa manusia oleh paham ini dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu karena ia merupakan titik tolak dari semua pemikiran dan perbuatan mereka. Setiap kali pernyataan mengenai hak-hak azasi manusia dibuat hal itu dilakukan semata-mata untuk menjamin pengakuan atas hak-hak tersebut oleh otoritas sekular seperti negara atau kekuatan yang sedang menguasai Negara
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
a) Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
b) Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
a) Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
b) Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
c) Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
Jaminan hak azasi manusia yang tidak berdasarkan ajaran agama seperti yang berlaku berdasarkan hukum barat sifatnya adalah pasif, cenderung berdasarkan hubungan antara subyek dan obyek sehingga hak-hak azasi manusia itu adalah suatu pemberian dari pihak yang istimewa, yakni kelompok elite masyarakat kepada rakyat jelata. Akibatnya jaminan hak-hak azasi manusia berdasarkan hukum formal semata mata.
2) HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
sudut pandang HAM menurut Islam bersifat teosentris, sadar kepada Allah SWT di sini Tuhan adalah yang terpenting, sedang manusia ada hanya untuk mengabdi kepada Allah. Islam mementingkan penghargaan terhadap hak-hak azasi manusia dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaannya. Oleh karena itu jika dipandang sekilas di dalam ajaran Islam tampaknya manusia tidak mempunyai kemerdekaan atau hak azasi manusia menurut pengertian moderen. Pada dasarnya manusia yang beriman hanya mempunyai kewajiban kepada Allah SWT.
Di dalam setiap perbuatan seorang mukmin, maka hubungannya yang utama ialah dengan Allah, dan melalui Allah inilah manusia mengakui hubungannya dengan manusia lain atau dengan alam semesta2. Dengan prinsip semacam itu, hak-hak azasi manusia yang diakui oleh seorang mukmin, tidaklah hanya karena adanya ketentuan-ketentuan formal dan sanksi yuridis semata. Di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Jaminam hak azasi manusia dalam Islam bersifat aktif, dimulai dari setiap manusia sebagai subyek. Setiap mukmin mengamalkan ajaran tersebut berdasarkan tuntunan dari sanubarinya sendiri, baru kemudian diiringi dengan adanya sanksi-sanksi formal dari penguasa yang berwenang.
Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat memanfaatkan hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu Negara Islam pun tidak dapat memanfaatkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki oleh seseorang. Negara harus terikat memberi dukungan kepada pelanggar HAM dan memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar HAMnya, kecuali pihak yang dilanggar HAMnya telah memanfaatkan pelanggar HAM tersebut.
D. HAM dan Umat Islam Indonesia
Implementasi HAM di Indonesia mengikuti iklim politik yang berjalan. Politik di Indonesia bukanlah politik Islam. Namun demikian, dalam banyak hal nilai-nilai Islam masuk ke dalam semangat perundangan dan peraturan negara.
Terkait dengan toleransi, kerukunan beragama, dan penolakan terhadap terorisme, umat Islam Indonesia sebagaimana diwakili oleh ormas-ormas Islam (Muhammadiyah, NU, Persis, Al-Irsyad, dan lain-lain) memiliki sikap yang jelas. Umat Islam Indonesia mendukung toleransi, mengutuk terorisme, mengembangkan kebajikan-kebajikan sosial, dan aktif dalam program pemberdayaan perempuan dan pengentasan kemiskinan melalui unit-unit organisasi di bawahnya.
Karena itu, melihat umat Islam Indonesia harus dipisahkan dari kebijakan-kebijakan pemerintahnya. Jika ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, maka tidak otomatis oleh umat Islam. Jika ada kekerasan dilakukan oleh oknum umat Islam, tidak otomatis oleh Islam. Pemisahan ini perlu agar segala hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dianggap sebagai ajaran Islam itu sendiri.
Sikap umat Islam Indonesia terhadap prinsip-prinsip HAM sudah final dan konklusif. Perbedaannya terletak pada aspek rincian dan metode implementasi. Karena itu, kerjasama dan dialog tentang bagaimana menegakkan HAM terus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek spesifik dari masing-masing konsep ajaran agama.
Ormas-ormas Islam adalah representasi dari umat Islam Indonesia. Dalam sejarah HAM, umat Islam justru menjadi korban pelanggaran HAM oleh negara (rejim politik tertentu). Tragedi G 30 S, Peristiwa Tanjung Periuk, dan lain-lainnya adalah contoh pelanggaran HAM yang meminta korban umat Islam. Dengan demikian, selama ini umat Islam Indonesia tetap konsisten membela tegaknya HAM dan bahkan sangat kritis terhadap semua bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh negara ataupun oleh oknum umat Islam.
Karena itu, menilai apakah Islam di Indonesia bagian dari penegakan HAM harus dilihat dari optik sikap resmi ormas-ormas Islamnya. Bukan oleh sikap pribadi-pribadi Muslim atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Dari perspektif ini hubungan antara umat Islam Indonesia dengan prinsip-prinsip HAM adalah paralel dan bukan antagonistis.
Ormas-ormas Islam Indonesia justru banyak berinisiatif agar akar-akar terorisme dan akar-akar radikalisme Islam disembuhkan dahulu melalui pemberdayaan umat dan pesantren. Pendidikan yang baik dan kesejahteraan yang relatif aman dapat mengurangi umat Islam dari keterlibatan terorisme dan radikalisme.
Di sini, fakta HAM tengah mengalami anti-klimaks di Timur Tengah melalui serangan membabibuta militer Israel atas komunitas Gaza. Kini korban-korban konflik Israel-Palestina yang berjumlah lebih dari 1000 orang (termasuk anak-anak, wanita, dan orang tua) menyuguhkan belum pulihnya tragedi kemanusiaan di jaman modern. Kerjasama global yang selama ini terjalin baik dalam menyelesaikan masalah HAM seperti ternoda dan kehilangan maknanya. Agama-agama harus menjadi spirit perdamaian dan spirit penegakan HAM tanpa batas sehingga menjadi topangan kuat bagi terjalinnya kehidupan manusia yang terlindungi secara HAM.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan bahasan di atas mengenai HAM, penulis menyimpulkan bahwa HAM sebenarya telah ada sejak abad 7 M sebelum magna charta lahir.
B. Saran
Penegakan HAM di Indonesia masih terkesan setengah-setengah sehingga pengaplikasiannya dalam ranah hukum masih perlu dipertanyakan. Masyarakat menuntut hak mereka akan tetapi di sisi lain, pemerintah terkesan acuh tak acuh dengan suara hati rakyatnya.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah meningkatkan kualitas hukum di negara ini, khususnya di bidang HAM karena itu menyangut aspek kehidupan beribu-ribu masyarakat Indonesia
Bentuk dasar yang wajib dilakukan pemerintah agar mampu mewujudkan negara yang sejahtera, yaitu melakukan perlindungan tentang HAM, demokrasi, dan negara hukum. Pemerintah berkuasa karena rakyat memberi kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan negara, agar negara dapat memberi perlindungan atas Hak-hak Asasi Manusia (HAM). UU. No. 39 tahun 1999 dapat diduga adalah hasil karya untuk memberikan perlindungan tersebut. Kalau mau jujur, bahwa HAM dalam UU No. 39 tahun 1999 sejalan dengan Islam baik yang tertuang dalam al-Qur’an maupun Piagam Madinah. Bentuk relevansinya terletak pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan, dan kesejahteraan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Piagam Madinah. Diakses dari http://serambimadina.wordpress.com/piagam-madinah/, 19 Mei 2011
Arief Achmad (2005). Hak Asasi Manusia Menurut Islam. Diakses dari http://re-searchengines.com/0805arief4.html, 9 Maret 2011
Eko Miharjah Marzoeki. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam. Diakses dari http://ekomiharjahmarzoeki.blog.friendster.com/hak-asasi-manusia-dalam-perspektif-islam/, 19 Mei 2011
Mahfudz Siddiq. Hak Asasi Manusia dalam Islam. Diakses dari http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html, 9 Maret 2011
Muhammad Latif Fauzi (2007). Konsep Hak Asasi Manusia dalam UU. Nomor 39 Tahun 1999: Telaah dalam Perspektif Islam. Diakses dari http://mlatiffauzi.wordpress.com/2007/10/14/konsep-hak-asasi-manusia-dalam-uu-nomor-39-tahun-1999-telaah-dalam-perspektif-islam/, 9 Maret 2011
Pemimpi Bidadari Surga (2011). Sejarah Piagam Madinah. Diakses dari http://keluarga-madinah.blogspot.com/2011/02/sejarah-piagam-madinah.html, 19 Mei 2011
Ust. Syamsul Arifin Nababan (2009). Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perpesktif Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Diakses dari http://www.annaba-center.com/main/kajian/detail.php?detail=20090312204051, 9 Maret 2011
Zainuri Hanif (2008). Teks Piagam Madinah. Diakses dari http://zainurihanif.com/2008/12/23/teks-piagam-madinah/, 19 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar